Makassar Darurat SMP Negeri, Appi Ubah Peta Sekolah Swasta

Di tengah tantangan pendidikan yang semakin kompleks, Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, memberikan perhatian serius terhadap keterbatasan daya tampung di sekolah negeri, terutama menjelang tahun ajaran baru 2025. Hal ini menjadi perhatian karena lebih dari 8.000 lulusan Sekolah Dasar (SD) terancam tidak mendapatkan tempat di sekolah menengah pertama (SMP) negeri.

Kenyataan ini menjadi sorotan dan menuntut pemerintah daerah untuk merancang langkah strategis supaya semua anak mendapatkan akses pendidikan. Menggandeng sekolah swasta sebagai alternatif merupakan salah satu solusi yang diupayakan demi mengatasi masalah tersebut.

Kendala Daya Tampung Sekolah Negeri di Makassar Kota Makassar menghadapi masalah serius dengan kapasitas sekolah negeri yang tidak sebanding dengan jumlah lulusan. Menurut data Dinas Pendidikan, tahun ini terdapat 21.795 siswa yang lulus SD, tetapi daya tampung SMP negeri hanya mampu menampung 13.696 siswa, dengan rincian 428 rombongan belajar (rombel) yang terbagi maksimal 32 siswa per kelas. Selisih ini berarti sekitar 8.099 siswa harus mencari alternatif di luar SMP negeri.

Wali Kota Munafri menuturkan perlunya pemetaan dan kajian mendalam mengenai kapasitas sekolah swasta untuk menyerap siswa yang tidak terakomodasi. Ia menekankan pentingnya tidak hanya mengejar kuantitas siswa, tetapi juga kualitas pendidikan yang harus tetap terjaga. Dalam konteks ini, solusi jangka pendek adalah memastikan distribusi siswa ke sekolah swasta dapat berjalan lancar dan terencana.

Strategi Alternatif Menghadapi Keterbatasan Tempat Dalam menghadapi tantangan ini, pemerintah Kota Makassar harus berpikir kreatif dan inklusif. Salah satu strateginya adalah dengan meningkatkan kapasitas ruang kelas. Munafri menyebutkan kemungkinan menambah ruang kelas baru atau membangun satuan sekolah negeri di wilayah padat penduduk. Namun, langkah ini harus direncanakan dengan matang agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.

Tidak bisa dipungkiri bahwa persepsi masyarakat terhadap sekolah swasta menjadi tantangan tersendiri. Banyak orang tua masih ragu mengenai kualitas pendidikan yang ditawarkan, terutama dalam hal tenaga pengajar dan fasilitas yang ada. Oleh karena itu, penting untuk memastikan adanya standarisasi kualitas antar sekolah, baik negeri maupun swasta, sehingga orang tua merasa nyaman untuk memilih sekolah swasta sebagai pilihan pendidikan bagi anak-anak mereka.

Selain itu, selama proses pengumpulan dan distribusi siswa, pemkot juga perlu menjaga kenyamanan belajar di dalam kelas. Penyampaian bahwa jumlah ideal siswa dalam satu rombel adalah 32 harus diutamakan agar proses belajar mengajar tetap efektif. Ketika kelebihan kapasitas terjadi, tidak jarang kualitas pembelajaran yang diterima siswa jadi menurun, yang tentu saja harus dihindari.

Pemerintah Kota Makassar berkomitmen untuk terus berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan dan semua pemangku kepentingan untuk menciptakan solusi terbaik. Dengan upaya kolaborasi ini, diharapkan setiap anak di Makassar bisa mengenyam pendidikan yang mereka butuhkan tanpa ada hambatan yang berarti.

Dari latar belakang ini, terhadap Keterbatasan daya tampung sekolah negeri menjadi isu sentral pada pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025 di Kota Makassar. Dalam konteks ini, Ketua Panitia SPMB 2025, Sutardin, mengungkapkan bahwa jumlah lulusan SD tahun ini sangat mencolok, dengan 16.584 di antaranya berasal dari SD negeri dan 5.211 dari SD swasta.

Untuk menghadirkan jalan keluar, pemerintah daerah tidak tinggal diam. Mereka telah menyusun strategi dengan mengandalkan sekolah swasta sebagai penampung alternatif melalui keberadaan mereka dalam peta pendidikan Makassar. Namun, kendala finansial bagi orang tua juga merupakan faktor yang perlu dipertimbangkan, karena biaya pendidikan di sekolah swasta cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah negeri.

Penting untuk dicatat bahwa peningkatan kuota di SMP negeri tidak bisa dilakukan sembarangan. Setiap perubahan harus mempertimbangkan dampak pada kualitas pendidikan dan proses belajar mengajar yang efektif. Sutardin menanggapinya dengan menekankan bahwa pemaksaan kapasitas akan menciptakan berbagai permasalahan baru, seperti kekurangan sarana pendukung dan turunnya kenyamanan belajar siswa.

Pengalaman dari tahun-tahun sebelumnya memberikan gambaran jelas bahwa sekolah yang menerima siswa melebihi kuota sering mengalami masalah administratif. Beberapa siswa bahkan tidak tercatat dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), yang berujung pada terganggunya proses pendidikan secara sistemik.