KKN Kebangsaan, Fadli Zon Banggakan Warisan Budaya di Maros dan Pangkep

Dalam sebuah acara yang bersejarah, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, telah resmi membuka Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan ke-13 di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Maros. Acara yang dihadiri oleh ratusan mahasiswa dari seluruh Indonesia ini mengusung tema "Wisata Budaya Warisan Dunia" yang sangat sesuai dengan karakteristik budaya daerah tersebut.

Fadli Zon mengungkapkan rasa bangganya terhadap Universitas Hasanuddin sebagai tuan rumah acara tersebut. Ia menyatakan bahwa wilayah Maros-Pangkep memiliki kekayaan budaya dan sejarah yang sangat unik dan patut untuk dilestarikan, antara lain melalui pengakuan internasional sebagai kawasan dengan situs purba tertua di dunia.

“Lukisan dinding purba yang berusia lebih dari 51.000 tahun di kawasan ini merupakan salah satu yang tertua di bumi,” ungkap Fadli di hadapan mahasiswa yang hadir. Selain itu, ia menekankan pentingnya upaya kolektif dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya ini untuk generasi mendatang.

Pentingnya Pelestarian Budaya di Wilayah Maros-Pangkep Fadli Zon menegaskan bahwa pelestarian budaya bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga harus melibatkan masyarakat. Mahasiswa diharapkan untuk tidak hanya mempelajari tetapi juga menyerap nilai-nilai lokal yang ada dalam budaya masyarakat setempat.

“Kegiatan seperti ini adalah kesempatan untuk belajar dari masyarakat,” tambahnya. Ia berharap para mahasiswa dapat memberikan kontribusi nyata dalam pelestarian budaya yang tengah dihadapi berbagai tantangan saat ini.

Sementara itu, status UNESCO Global Geopark yang disandang wilayah Maros-Pangkep sejak tahun ini menjadi sorotan. Fadli menyampaikan bahwa meski status ini membawa pengakuan, dampaknya terhadap perekonomian lokal belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat.

Sinergi Antara Pemerintah dan Masyarakat Menanggapi hal ini, Fadli Zon menyerukan perlunya kerjasama yang lebih harmonis antara pemerintah pusat, daerah, swasta, dan masyarakat. Sinergi tersebut dinilai sangat penting untuk mengelola geopark di kawasan ini dengan lebih baik dan mendatangkan manfaat bagi masyarakat lokal.

“Literasi budaya juga penting agar status UNESCO dapat mendatangkan keuntungan nyata,” ungkapnya. Diharapkan narasi dan cerita-cerita kebudayaan yang ada dapat diangkat dan disebarkan melalui berbagai media, agar masyarakat luas dapat tahu dan berpartisipasi dalam pelestarian budaya ini.

Lebih lanjut, Fadli mengungkapkan harapannya agar kawasan Maros-Pangkep dapat dijadikan sebagai laboratorium kebudayaan. Jika dikelola dengan baik, kawasan ini bisa menjadi destinasi wisata unggulan yang tidak hanya mempromosikan sejarah tetapi juga memberikan dampak positif bagi perekonomian lokal.

Keterlibatan Mahasiswa Dalam KKN Kebangsaan Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Hasanuddin, Prof. Muhammad Ruslin, mengungkapkan bahwa KKN Kebangsaan tahun ini diikuti oleh 180 mahasiswa dari 99 perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia. Mahasiswa akan dapat langsung bersentuhan dengan masyarakat lokal dan mengenal lebih dekat tentang adat dan budaya setempat.

“Mereka akan mendokumentasikan potensi budaya yang ada di lokasi penempatan,” jelas Ruslin. Ia berharap mahasiswa tidak hanya menerima ilmu, tetapi juga berkontribusi dalam pelestarian budaya yang ada, sehingga keberadaan mereka benar-benar memberikan dampak positif.

Dengan kegiatan ini, diharapkan mahasiswa dapat menyadari pentingnya keterikatan mereka terhadap nilai-nilai kearifan lokal. Kolaborasi antara mahasiswa dan masyarakat dapat menciptakan sinergi yang bermanfaat untuk pelestarian budaya di kawasan ini.

Implikasi Jangka Panjang dari Kegiatan KKN Akhirnya, Fadli Zon menekankan bahwa kegiatan seperti KKN Kebangsaan ini memiliki implikasi jangka panjang yang signifikan. Selain memperkuat konektivitas antara berbagai kalangan, kegiatan ini juga diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di wilayah Maros-Pangkep.

Dengan pelestarian budaya diimbangi dengan pengembangan ekonomi yang pro-lingkungan, kawasan ini berpotensi menjadi salah satu model bagi daerah lain di Indonesia. Selain itu, integrasi antara kebudayaan dan wisata bisa memberikan nilai tambah yang unik bagi pengunjung.

Melalui pelestarian yang dilakukan secara konsisten dan terencana, harapannya masyarakat lokal dapat merasakan manfaat dari kekayaan budaya yang ada. Dengan demikian, kegiatan ini bukan hanya sekadar proyek akademik, tetapi juga upaya kolektif untuk menjaga dan merawat warisan yang tak ternilai bagi generasi mendatang.